I. PENDAHULUAN
Pengelolaan sumber daya air terpadu atau yg dikenal dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) merupakan suatu proses koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan lahan serta sumber daya lainnya dalam suatu wilayah sungai, untuk mendapat manfaat ekonomi dan kesejahteraan sosial yg seimbang tanpa meninggalkan keberlanjutan ekosistem.
Kekeringan dan banjir yaitu kejadian alam yg merupakan pecahan dari siklus kehidupanekosistem bumi. Hampir setiap tahun kejadian kekeringan dan banjir tiba silih berganti diberbagai tempat tidak hanya di negeri kita saja tetapi juga di banyak sekali negara lainnya.Kekeringan dan banjir sanggup dikatakan sbg “saudara kembar” yg pemunculannya datangsusul menyusul dan faktor penyebab kekeringan hampir sama dengan penyebab banjir, dankeduanya berperilsaya linier dependent. Semakin parah banjir yg terjadi, maka semakindasyat pula kekeringan yg akan menyusul.Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat merupakan fenomena alam yg terkaitdengan siklus hidrologi di bumi dan siklus ini berdasarkan para ilmuwan bahwa perubahan.-bahan. siklushidrologi tahunan yg makin membingungkan perencanaan alokasi air serta jadwal musimtanam bukan hanya disebabkan lantaran faktor-faktor alami saja, tetapi juga sangat terkaitdengan perilsaya insan yg sanggup mensugesti pemanasan atmosfer, antara lainmisalnya lantaran peningkatan emisi gas CO2 di udara.Bersederhana/dasarkan kenyataan tersebut diatas, yg terpenting bagi kita yaitu memahamifenomena tersebut serta menyikapi kenyataan itu biar air selalu sanggup mencukupi dinamikaberbagai keperluan di ketika curah hujan mulai menipis, dan sebaliknya air tidak menimbulkanpersoalan di ketika curah hujan sedang meningkat.
II. FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN PERMASALAHAN SUMBER DAYA AIR
Beberapa faktor yg berkaitan dengan permasalahan sumber daya air, antara lain adalah:
1. Kondisi Sumber Daya Air.
Posisi geografis Indonesia sbg negara kepulauan yg terletak di sekitar gariskatulistiwa mendapat sebaran curah hujan yg variatif dari yg paling berair sampaidengan yg kering. Variasi curah hujan tahunan di banyak sekali wilayah kepulauan di Indonesiatergolong ekstrim ada pulau-pulau yg curah hujannya kurang dari 800 mm/tahun, dan adapula pulau yg curah hujannya hingga dengan 4000 mm/tahun. Curah hujan sebesar initerkonsentrasi selama kurang lebih 5 (lima) bulan dari bulan November s/d Maret sehinggabanjir sering terjadi pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan pada 7 (tujuh) bulan yg lainnyacurah hujan sangat kecil dan jarang sehingga menimbulkan ketersediaan air terbatas dan dilain pihak kebutuhan air tidak berkurang sehingga tragedi kekeringan sering terjadi selamamusim kemarau.Rerata ketersediaan air diatas daratan Indonesia ketika ini lebih dari 15.000 m3/kapita/tahun.Angka tersebut memang terasa sangat besar, yaitu hampir 25 kali lipat dari rata-rataketersediaan air per kapita dunia yg besarnya 600 m3/kapita/tahun. Meskipun ketersediaanair di negeri kita dalam skala global sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidakterbagi merata di setiap wilayah. Keberadaan air di daratan Indonesia sepanjang tahunsangat dipengaruhi musim, letak geografis dan kondisi geologis.
2. Pertambahan.-bahan. jumlah penduduk.
Pertambahan.-bahan. jumlah penduduk yg sebarannya tidak merata menjadi salah satu faktorpenyebab ketimpangan neraca air di banyak sekali pulau.Kesemuanya membutuhkan air tidak hanya untuk keperluan minum saja, tetapikebutuhan air yg lebih banyak justru untuk air untuk memproduksi bahan.-bahan. pangan.Pulau Jawa yg luasnya hanya 7% daratan Indonesia, hanya tersedia sekitar 4,5% daripotensi air tawar nasional. Dilematisnya pulau ini harus menopang sekitar 65% jumlahpenduduk Indonesia. Pulau Jawa tergolong sbg wilayah yg mengalami tekananpenyediaan air yg perlu diwaspadai. Indeks Penggunaan Air (IPA) yaitu rasio antarakebutuhan air dibanding ketersediaan alami di beberapa wilayah sungai di Jawa sudahdemikian tinggi. Dengan semakin tingginya IPA, maka potensi konflikpenggunaan air antara wilayah hulu dan hilir, antar sektor maupun antar individu akan semakinmeningkat.
3. Ketersediaan dan kinerja prasarana dan sarana.
Pelayanan prasarana dan sarana penyediaan air minum dan sanitasi di perdesaan masihsangat minim, jumlah rumah tangga di perdesaan tanpa kanal ke sumber air minum 30,88%pada tahun 2003 dan tanpa kanal ke sanitasi sebanyak 36,04%. Sistem air higienis ygterbangun gres sanggup melayani 45 juta atau 40 % penduduk perkotaan dan 7 juta atau 8 %penduduk di perdesaan. Sebab besar PDAM (sekitar 90 %) menyandang kategori tidaksehat baik secara teknis maupun manajerial mengakibatkan tidak bisa memberikanpelayanan air minum dengan baik dan mengalami kesulitan membayar cicilan pinjaman.Masyarakat miskin dikawasan rawan air masih harus berjuang untuk mendapat airbersih dengan harga lebih mahal dibanding kelompok yg lebih bisa di perkotaan. Jaringan hidrologi yg seharusnya menjadi sarana penyedia informasi penting tentangketersediaan dan kondisi air baik untuk keperluan perencanaan maupun sbg sumberinformasi yg penting bagi penyelenggaraan urusan pengeloaan SDA juga belummemperoleh perhatian yg cukup memadai baik dari segi kerapatan jumlah stasiun pemantauhidrologi dan jenis jaringannya, organisasi dan personilnya, maupun kesinambungan sumberpendanaannya.
4. Kelembagaan pemerintah yg menangani pengelolaan SDA.
Institusi pemerintah baik di Pusat maupun di daerah yg sehari-hari mempunyai kaitanwewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan SDA, masih lebih dominanberperan pada tugas-tugas pembangunan dan rehabilitasi prasarana SDA. Sedangkan untukhal-hal yg menygkut urusan pengaturan dan pelayanan air, serta urusan monitoring danevaluasi kondisi SDA masih belum cukup memadai baik dari segi kapasitas kelembagaannyamaupun kualitas personilnya. Di beberapa provinsi memang sudah terbentuklembaga yg mempunyai kiprah pokok sbg operator SDA yg berbasis wilayah sungai.Lembaga ini merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Provinsi yg merupakankepanjangan tangan dinas provinsi yg membidangi pengelolaan SDA. Meskipun demikianlembaga ini masih sangat membutuhkan penguatan kapasitas baik dari segi teknis maupunmanajerial.
5. Perilsaya masyarakat pengguna sumber daya air.
Baik buruknya kondisi air juga sangat dipengaruhi oleh perilsaya masyarakat penggunaairserta masyarakat pengguna lahan pada daerah anutan sungai. Hingga ketika ini penggunaan airyg terbesar di Indonesia yaitu untuk irigasi yaitu sekitar 80% dari total konsumsi air. Daripengguna air irigasi inilah diharapkan sanggup dilsayakan upaya penghematan penggunaan air,sehingga dari hasil efisiensi tersebut air sanggup didayagunakan untuk kebutuhan yg lainmisalnya untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Upaya penghematan penggunaan airuntuk irigasi hingga ketika ini masih mengalami banyak sekali hambatan terutama jawaban lekatnyabudaya penggunaan air yg berlebihan dan belum terhimpunnya petani di dalam kelompok-kelompokpengguna air sehingga memudahkan manajemennya. Berbagai upaya efisiensipenggunaan air telah dilsayakan melalui pengenalan bercocok tanam ekonomis air yg konon adayg bisa menekan tingkat konsumsi air untuk irigasi sawah hingga dengan 50%.Meningkatnya pendapatandan perubahan.-bahan. gaya hidup masyarakat perkotaan berdampak pada peningkatan konsumsi airdan pencemaran air jawaban limbah yg terbuang ke sumber-sumber air.
6. Kondisi dan penggunaan ruang di daerah anutan sungai.
Kondisi dan penggunaan ruang di daerah anutan sungai mempunyai andil besar terhadapkelangsungan anutan air sepanjang waktu serta kualitasnya. Tingkat kekritisan DAS sangatberpengaruh terhadap distribusi anutan permukaan bulanan.
Perambahan.-bahan. lahan pada dataran banjir, daerah resapan air, dan daerah sempadansungai mengakibatkan perubahan.-bahan. morfologi sungai, dan penurunan kapasitas tampung sungai,telaga, dan waduk sehingga meningkatkan frekuensi, sebaran dan resiko atau tingkatkerawanan banjir.
7. Ketersediaan per-UU-an dan pedoman.
Produk peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman yg merupakan turunandari UU No.7 Tahun 2004 wacana SDA yg diharapkan menjadi landasan hukum, rambu dansekaligus menjadi panduan operasional dalam pelaksanaan pengelolaan SDA masihmerupakan pekerjaan rumah yg perlu segera dikejar penyelesaiannya. Banyak program,kegiatan dan langkah-langkah operasional yg terpaksa mengalami stagnasi karenaterkendala oleh keterbatasan produk peraturan, standar atau pedoman. Mekanisme koordinasidalam pengelolaan SDA di tingkat wilayah sungai misalnya, terpaksa masih harus menungguterbitnya Peraturan Presiden wacana Susunan Organisasi dan Tata Kerja Wadah Koordinasi(SOTK) Pengelolaan SDA serta Peraturan Menteri PU wacana Pedoman Pembentukan WadahKoordinasi Pengelolaan SDA di Provinsi, Kabupaten/Kota serta di Wilayah Sungai.
III. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kompleksitas permasalahan SDA membutuhkan upaya pemecahan dan antisipasi yg tidakmungkin hanya sanggup dilsayakan oleh pemerintah saja tetapi harus mendapat respons semua pihakbaik sbg individu maupun kelompok atau tubuh aturan termasuk unsur legislatif. Areapermasalahan dan pemecahannya harus dilihat secara menyeluruh dan melibatkan peransebanyak-banyaknya pihak yg terkait.
Kebijakan dan taktik pengelolaan sumber daya alam(natural resources) hanya sanggup terealisasi secara efektif dan mencapai hasil yg optimalapabila dalam perencanaannya senantiasa berpatokan pada tiga pertimbangan yaitu: (i) sifat danciri khas kodrati SDA itu sendiri, (ii) disiplin teknologi di bidang SDA, dan (iii) society khususnyayg berkaitan dengan acceptance (bisa diterima atau tidaknya oleh masyarakat).
Keberadaan sumber daya air mengikuti siklus yg tidak pernah berhenti. Siklus tersebutkemudian dinamai siklus hidrologi. Bersederhana/dasarkan fakta tersebut, maka teknologi pengelolaannyapun tidak terlepas dari sifat kodrati SDA. Karena itu lingkup wilayah pengelolaan SDA harusbersederhana/dasarkan wilayah hidrografis yg kemudian dikenal dengan sebutan Daerah Aliran Sungai(DAS). Keberadaan sebuah DAS ada yg sepenuhnya berada dalam satu wilayahkabupaten/kota, bisa juga lintas kab/kota ataupun lintas provinsi dan lintas negara.Pandangan wacana wilayah pengelolaan SDA bersederhana/dasarkan satu DAS ternyata tidak bisabegitu saja diterima oleh lingkungan sosial, lantaran potensi SDA dalam sebuah DAS belum tentubisa mencukupi kebutuhan masyarakat yg tinggal di dalam DAS yg bersangkutan.
Penggabungan beberapa DAS menjadi satu wilayahpengelolaan harus sanggup dijawab melalui teknologi SDA. Bersederhana/dasarkan pertimbangan tersebut sertapertimbangan rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan itulah UU No.7 Tahun 2004kemudian memperkenalkan istilah Wilayah Sungai sbg basis wilayah pengelolaan SDA,dengan definisi sbb: “Wilayah sungai yaitu kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu ataulebih daerah anutan sungai dan/atau pulau-pulau kecil”.Konsepsi pengelolaan terpadu SDA yg berbasis DAS ataupun wilayah sungai dikenal olehmasyarakat internasional dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) ataudalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Pengelolaan Terpadu SDA dan terkadangdisebut juga Pengelolaan SDA Terpadu bahkan ada pula yg menyebut Pengelolaan SDAMenyeluruh dan Terpadu.Sebuah organisasi yg berjulukan Global Water Partnership, 2000 telah merumuskan definisidan interpretasi IWRM, yaitu “suatu proses yg mengintegrasikan pengelolaan air, lahan,dan sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultanekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem ygvital. Prinsip pengelolaan terpadu ini dikembangkan sbg respons terhadap desain pengelolaanSDA yg selama ini dilsayakan secara terfragmentasi. Rumusan IWRM tersebut kemudiandikerucutkan lagi dalam pertemuan Global Water Partnership-South East Asia, 2004 menjadi sbb:“Co-ordinated management of resources in natural environmental (water, land, flora, fauna)based on RIVER BASIN as geographical unit, with objective of balancing man’s needs withnecessity of conserving resources to ensure their sustainability”. IWRM is not dogmaticframeworks, but a flexible, common-sense approach to water management and development”.
Dari kedua interpretasi wacana IWRM tersebut, penulis beropini bahwa konsepsi IWRMperlu dimulai dengan PROSES MEMBANGUN PERSEPSI wacana asal muasal air dan kemanaperginya air, PROSES MEMBANGUN KOMITMEN untuk mendayagunakan air disertai kesadarantentang pentingnya konservasi serta MENYIKAPI SECARA KOLEKTIF wacana bagaimana caramengelolanya biar sanggup didayagunakan dengan hasil yg optimal dan berkelanjutan”.Upaya yg perlu dilsayakan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan SDA adalahmenanamkan pemahaman terhadap konsepsi IWRM kepada semua pihak yg terkait untukdimengerti. Keterpaduan pengelolaan SDA mencsayap dua komponen besar yaitu sistem alami dannon alami.
Keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem alami, mencsayap:
1) Kawasan hulu dengan kawasan hilir.
2) Kuantitas air dengan kualitas air.
3) Air hujan dengan air permukaan, dan air bawah tanah.
4) Penggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (water use).
Sedangkan keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem non alami, sekurang-kurangnyamencsayap:
1) Keterpaduan antar sektor yg terkait dalam perumusan kebijakan, dan jadwal ditingkat pusat dan daerah.
Keterpaduan dalam aspek ini dibutuhkan untuk menyelaraskankebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan pembangunan sosial sertalingkungan hidup.2) Keterpaduan antar semua pihak yg terkait (stakeholder) dalam perencanaan danpengambilan keputusan.
Keterpaduan dalam aspek ini merupakan elemen penting dalammenjaga keseimbangan dan keberlanjutan pendayagunaan air. Saat ini masing-masingpihak yg terkait masih menempatkan prioritas kepentingan yg berbeda-beda, bahkanseringkali bertentangan satu sama lain. Dalam kaitan ini perlu dikembangkan instrumenoperasional untuk menggalang sinergi dan penyelesaian konflik.3) Keterpaduan antar wilayah manajemen baik secara horisontal maupun vertikal.
Dalamaspek ini tidak saja perlu ada kejelasan wacana pembab wewenang dan tanggungjawab pengelolaan, tetapi perlu juga dikembangkan desain kerjasama antar daerah atassederhana/dasar saling menggantungkan dan saling menguntungkan.Pengelolaan terpadu merupakan proses menerus yg tak boleh terhenti. Setiap prosesharus mempunyai sasaran capaian bersederhana/dasarkan tahapan yg jelas. Setiap tahapan proses ygdirancang harus sanggup dinilai sayantabilitasnya.Keberhasilannya perlu terukur melalui tiga kriteriautama, yaitu:
1) Efisiensi ekonomi.
Didepan mata, seruan jasa pelayanan air kian meningkat,sementara itu di banyak sekali tempat terjadi kelangkaan atau keterbatasan air yg bersihdan sumber daya finansial. Dalam situasi menyerupai itu, efisiensi ekonomi dalampendayagunaan SDA harus menjadi perhatian.2) Keadilan.
Air yaitu salah satu kebutuhan sederhana/dasar yg mutlak dibutuhkan oleh setiaporang, lantaran itu kanal untuk memperoleh air yg higienis perlu diupayakan bagi setiaporang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup yg sehat dan produktif.3) Keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
Pendayagunaan SDA tidak hanya mengejarkepentingan ekonomi jangka pendek, tetapi harus memperhatikan kepentingan generasiyg akan datang, lantaran itu setiap upaya pendayagunaannya harus diimbangi denganupaya konservasi yg memadai.IV. KEGIATAN YANG TELAH DAN AKAN DILAKSANAKAN
a) Mempertegas batas tanggung jawab pengelolaan SDA antara Pusat dan Daerah.
UU No.7 Tahun 2004 telah mengamanatkan bahwa wewenang dan tanggung jawabpemerintah dalam pengelolaan SDA disederhana/dasarkan pada letak wilayah sungai (WS).
b) Membangun sistem koordinasi pengelolaan SDA.
Pengelolaan SDA mencsayap kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah ygmemerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat SDA.
c) Menyiapkan pola bagi pelaksanaan jadwal dan acara pengelolaan.
Pengelolaan SDA membutuhkan keterlibatan semua pihak baik pemerintah maupunmasyarakat. Agar masing-masing pihak sanggup berperan secara kolaboratif sesuai dengantugas dan fungsinya sehingga sanggup terbangun sinergi untuk mencapai hasil yg optimal,diperlukan SATU dokumen yg diharapkan menjadi pemandu atau pengarah dalampenyusunan jadwal dan acara antar sektor dan antar wilayah administrasi.
d) Membangun jejaring sistem informasi SDA
Informasi merupakan hal yg mutlak dibutuhkan dalam penyelenggaraan pengelolaan
SDA.
e) Memperkuat kelembagaan pengelolaan SDA
Kelembagaan pengelolaan SDA baik di Pusat dan di daerah termasuk di tingkat WSperlu ditata dan diperkuat menuju terciptanya pemisahan fungsi pengaturan, pelaksanaan,pengoperasian dan pemeliharaan, pemanfaatan, dan koordinasi dengan tetap menjagasinergi antarfungsi dengan tetap mengedepankan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
f) Membangun sistem pembiayaan untuk kelangsungan pengelolaan SDA
Kelangsungan pengelolaan SDA membutuhkan proteksi pendanaan yg konsistendan menerus. UU No.7 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa sumber pembiayaanpengelolaan SDA sanggup berasal dari: (i) anggaran pemerintah; (ii) anggaran swasta; dan
(iii) hasil penerimaan Biaya Jasa Pengelolaan SDA.
g) Penyusunan jadwal dan pelaksanaan acara pengelolaan SDA
Penyusunan jadwal dan pelaksanaan acara pengelolaan SDA perlu dilsayakan olehsetiap sektor atau daerah. Penyusunan jadwal dan pelaksanaan acara ini harusmengacu kepada Rencana (Induk) Pengelolaan SDA. Apabila Rencana Pengelolaan SDAtersebut belum tersedia, maka jadwal dan planning acara pengelolaan SDA padasuatu wilayah sungai untuk sementara waktu sanggup disusun oleh masing-masing instansidengan cara melibatkan instansi yg terkait dan berpegang pada instruksi umum sbgberikut: